Gus Dur bertutur, pernah ada orang yang bekerja sebagai pemecah batu putus asa saat berusaha memecahkan batu besar. Pada saat alat pemecah batu sudah 100 kali mengenai batu, sang pemecah batu menyerah.
Tidak berapa lama kemudian, sang kiai mengambil alih dan hanya dalam lima kali alat pemecah batu bertumbukan dengan batu, maka batu besar itu pecah. Sontak, pekerja itu memuji kehebatan kiai dan menilainya seorang sakti mandraguna. Namun, kiai itu menjelaskan kalau itu bukan karena kehebatannya, "Melainkan kamu (pemecah batu) tidak sabar untuk meneruskan pekerjaanmu yang kurang sedikit lagi membuahkan hasil. Jadi, ini bukan soal saya sakti,"
Menurut Gus Dur, kalau jamaah NU shalat Jumat di masjid Muhammadiyah hanya kehilangan pahala saja karena berbeda cara melakukan ritual shalat. Namun, kalau jamaah Muhammadiyah shalat Jumat di masjid NU, lanjut dia, maka pasti kehilangan sandal. "
Gus Dur pernah bercerita, dulu waktu Pak Harto jadi presiden dia punya ajudan. Ajudan yang satu tentara, ajudan yang satu ustaz. Kemudian keduanya memberi nasihat yang berbeda. Ajudan tentara memberi nasihat sesuai diktum tentara, kalau bapak melangkah harus dimulai dari kaki kiri. Tapi yang ustaz, menurut sunah nabi, setiap tindakan lebih bagus dimulai dari kanan.
Suatu saat pak Harto mau pergi kerja, saat mau naik mobil ditahan ajudan yang tentara. Pak, mohon naik dari kaki kiri. Yang ustaz bilang sesuai sunah nabi dari harus naik kaki kanan. Pak Harto bingung. Lalu, datang Ibu Tien, ini apa-apaan kalian. Ayo naik dari kaki mana saja. "Itu menyampaikannya humor. Maksudnya Gus Dur, semua pemimpin itu tidak boleh ragu dalam ambil keputusan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar